Saturday, July 28, 2007

Memaafkan Dan Melupakan

Pernahkah anda kecewa karena seseorang yang dulunya anda kira bisa dipercaya tapi ternyata tidak? Pernahkah anda sakit hati karena ternyata dia tidak se-innocent yang anda kira? Dan karena itu, hubungan anda dengannya menjadi retak atau tidak akan pernah sama seperti sebelumnya.

Saya pernah, dan saya kira setiap orang pasti pernah melalui saat-saat seperti itu. Mungkin berbeda peristiwa dan berbeda orang, tapi rasa sakit dan kekecewaan itu hinggap di tempat yang sama, ya, di hati kita. Ada orang yang berusaha tetap terlihat kuat di luar padahal rapuh di dalam, ada orang yang menjauh dan menghindari masalah dan orang yang menyakiti hatinya, atau ekstrimnya ada juga yang berpindah ke lingkungan yang baru. Namun sejujurnya, kita tetap tidak bisa menyangkali bahwa hati kita telah terluka. Ada banyak pilihan yang bisa kita lakukan saat emosi dan perasaan kita lebih dominan dibanding akal sehat, dan tidak ada yang salah dengan pilihan-pilihan tersebut.

Selain itu, kita cenderung untuk terus menyalahkan dan menghakimi orang yang telah menyakiti kita. Kita menempatkan diri sebagai “korban” yang mau tidak mau harus menanggung semuanya, walaupun kadang pada kenyataannya memang kitalah yang menjadi korban. Tapi dengan memposisikan diri kita sebagai “korban”, kita membela dan membentengi diri kita sebagai satu-satunya pihak yang benar dan bisa melimpahkan kesalahan sepenuhnya pada si “pelaku”, kita mengira kita tidak terlibat sama sekali dalam penyebab terjadinya satu peristiwa yang menyakitkan itu.

Di sini kita berbicara tentang hubungan, dan dalam sebuah hubungan, apakah itu hubungan teman, sahabat, keluarga, atau pasangan, selalu ada 2 pihak yang terlibat. Jadi jika terjadi sesuatu dalam hubungan tersebut, tidak ada pihak yang sepenuhnya benar dan pihak yang sepenuhnya bersalah. Dua pihak yang terlibat dalam suatu hubungan pasti ikut menyumbangkan sesuatu yang memungkinkan peristiwa itu bisa terjadi. Bahkan sikap pasif pun juga merupakan satu bentuk sumbangsih.

Ketika saya mulai menghakimi dan menyalahkan orang yang telah menyakiti saya, Tuhan menegur saya lewat FirmanNya, “Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama.” (Roma 2:1). Dia mengingatkan bahwa Dialah Hakimnya, Dia yang punya wewenang untuk menilai dan menghakimi. Posisi kita pada dasarnya sama dengan orang lain, kita juga melakukan kesalahan di area yang berbeda, we are all humans right?

Saat kita mengalami sakit hati dan kekecewaan, mungkin kata-kata “forgive and forget” hanya akan menjadi satu quote yang kita tahu kebenarannya, namun sangat berat untuk dilakukan, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak orang berkata “Waktu akan menyembuhkanku...” Memang benar bahwa setiap proses selalu membutuhkan waktu, namun yang dapat menyembuhkan dan memulihkan hati kita sehingga kita dapat benar-benar mengampuni dan melupakan bukanlah waktu, tetapi Tuhan. Hanya Dia yang tahu dan memahami apa yang kita alami, karena Dia pernah melaluinya, ya, Dia yang telah mengalami penderitaan yang jauh lebih berat dari yang kita rasakan.

Jika anda bertanya apakah saya menyesal karena pernah mengalami satu masa kekecewaan dan sakit hati, saya akan langsung menjawab tidak. Karena lewat pengalaman itulah saya jadi belajar banyak hal tentang hubungan, karakter, dan lebih berhikmat. Banyak orang berkata “Pengalaman adalah guru yang berharga”, namun sebenarnya, pengalaman hanyalah media yang dipakai Tuhan untuk mengajar dan semakin mendewasakan kita. Dia selalu punya maksud dan tujuan yang jelas dalam setiap peristiwa yang Dia ijinkan kita alami dalam hidup ini, seperti yang dinyatakan dalam Roma 8:28, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpa nggil sesuai dengan rencana Allah.”.

Intinya, masing-masing dari kita bertanggungjawab atas perkataan dan perbuatan kita. Mungkin perbuatan seseorang itulah yang memicu kita untuk berpikir atau melakukan hal yang negatif, namun keputusan untuk memberi respon positif atau negatif terhadap semua itu ada di tangan kita sepenuhnya.

Jika anda telah berhasil melaluinya, anda akan melihat ke belakang dan bersyukur atas pengalaman anda, karena pengalaman itulah yang memungkinkan anda berada pada posisi anda saat ini. Terlebih lagi, pengalaman itu mengingatkan kita, bahwa apapun yang kita alami, dalam situasi dan perubahan apapun yang harus kita hadapi, ada satu yang tidak berubah, Dia tetap setia dan tidak pernah meninggalkan kita sedetikpun... dan tidak ada berkat yang lebih besar dibanding mengetahui bahwa Tuhan selalu mencintai dan menyertai kita bukan?

0 Comments:

|
Quote of the Day