Seorang gadis kecil berdiri terisak dipintu gereja kecil, ia baru saja ditolak masuk kegereja tersebut karena "sudah terlalu penuh" Seorang pastor lewat didekatnya dan menanyakan kenapa si gadis kecil menangis. "saya tidak dapat kesekolah minggu" kata si gadis kecil. Melihat penampilan gadis kecil yang kotor dan tidak terurus, sang pastor mengerti sebab penolakan si gadis kecil untuk ke sekolah minggu. Segera dituntunnya gadis kecil itu keruang sekolah minggu digereja dan dicarikannya tempat duduk yang masih kosong.
Sang gadis kecil sangat tergugah perasaannya, sebelum tidur dia selalu memikirkan anak miskin lainnya yang senasib dengannya, yang seolah tidak mempunyai tempat untuk memuliakan Tuhan Yesus.
Sejak saat itu, gadis kecil itu berkawan dengan sang pastor. Dua tahun kemudian si gadis kecil meninggal ditempat tinggalnya didaerah kumuh. Orang tuanya meminta bantuan sang pastor yang baik hati untuk prosesi pemakaman yang sangat sederhana.
Saat pemakaman selesai dan kamar tidur si gadis kecil dirapikan, orang tuanya menemukan sebuah dompet lusuh, kumal dan sobek2. Dompet tersebut kemungkinan adalah dompet yang ditemukan oleh si gadis kecil ditempat sampah. Dalam dompet lusuh tersebut , ditemukan uang sejumlah 57 sen dan secarik kertas bertuliskan tangan yang ditulis oleh gadis kecil itu, isinya "uang ini untuk membantu pembangunan gereja kecil, agar gereja tersebut dapat diperbesar sehingga lebih banyak anak2 bisa datang kesekolah minggu". Selama 2 tahun sejak ia tidak dapat masuk kegereja itu, sigadis kecil menabungkan uangnya sampai sejumlah 57 sen untuk suatu maksud yang sangat mulia.
Ketika sang pastor membaca catatan kecil ini, matanya sembam dan ia sadar apa yang harus diperbuatnya. Dengan berbekal dompet tua dan catatan kecil itu, sang pastor berusaha memotifasi para pengurus dan jemaat gerejanya untuk meneruskan maksud mulia si gadis kecil untuk memperbesar bangunan gereja.
Ceritanya tidak berakhir sampai disini. Satu surat kabar besar mempublikasikan berita ini terus menerus. Akhirnya seorang pengembang yang membaca berita ini tergerak dan ia menawarkan lokasi di deket gereja kecil seharga 57 sen. Para jemaatpun dengan sukacita dan sukarela memberikan dana dan melakukan pemberitaan, akhirnya bagaikan bola salju yang bergulir, dalam 5 tahun terkumpul dana sebesar $250.000 (pada waktu itu setara dengan emas seberat 1 ton).
Cerita diatas merupakan hasil nyata tindakan "cinta kasih" seorang gadis kecil miskin, yang kekurangan makan dan tidak terawat, tetapi peduli dengan sesamanya yang menderita. Seringkali kita sebagai orang yang diberkati hanya memikirkan kebutuhan diri kita sendiri, kepuasan kita, gengsi kita tanpa pernah berpikir "adakah orang yang tidak bisa makan hari ini?" padahal jelas Tuhan berkati kita untuk bisa jadi saluran berkat bagi orang lain.
Bila kita pergi ke Philadelphia, kita akan melihat "Temple Baptist Church" dengan kapasitas duduk 3.300 orang , "Temple University" tempat beribu2 murid belajar, "Good Samarian Hospital" serta bangunan khusus sekolah minggu yang lengkap dengan beratus2 pengajar untuk memastikan tidak ada satu anakpun yang tidak mendapat tempat di sekolah minggu.
Dalam salah satu ruangan, tampak foto sigadis kecil, yang tabungannya sebesar 57 sen, namun dikumpulkan berdasarkan rasa "cinta kasih" sesama yang telah membuat sejarah. Tampak pula berjajar rapi foto sang pastor baik hati yang telah mengulurkan tangan kepada si gadis kecil miskin itu, yaitu pastor DR. Russel H. Conwell, penulis buku "Acres of Diamonds" ......A true story
"Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga"
Matius 18:4
By. DR. Russel H. Conwell
Saturday, July 28, 2007
Kisah 57 sen
Cinta Yang Tak Pernah Gagal
Dear saudaraku yg terkasih.....
Film ini "Love Never Fails" benar-benar amat menyentuh sekali. kesaksian documentary mengenai seorang aktor singapore yg baru menikah seminggu, dan kemudian aktor ini menderita cancer pada hidungnya.... bisa dibayangkan bagaimana penderitaannya dan juga istrinya ketika itu.
Pertama kali mendengar pernyataan dokter, ia harus menderita cancer. Dia sangat shocked. dia harus menjalani radiation treatment untuk berusaha mematikan cell dari cancer. Tetapi itu juga akan mematikan sel-sel normal. Bahkan setelah radiation, untuk minum saja sesuatu yang sulit baginya. Istrinya berdoa setiap pagi, siang dan malam.
Suatu hari ia ingin makan dan minta tolong kepada istrinya dan ia sangat kesakitan akan hal itu. Istrinya tidak dapat berbuat apa-apa istrinya berdoa, "God you are God. Who can do miracle. Can you help us". Kemudian tiba-tiba dia teringat mengenai ayat mengenai laut merah. Ketika itu, si aktor melihat tangan Tuhan, memegang tangannya, dan membimbingnya mengambil gelas susu yg besar, kemudian dia meminum segelas susu hingga habis tanpa rasa sakit".
Sungguh Kuasa Allah nyata atas doa dari istrinya. Hingga result dari dokter keluar. Hasilnya sangat tidak baik. Karena tumor menjadi ganas dan mulai menyerang mata kirinya dan otaknya. Tumor ini sangat amat aggresive dan dokter menyatakan hidupnya hanya tinggal 3 bulan.
Perlahan demi perlahan, tumor mulai merusak muka dan rambutnya. Si istri sangat takut, bila suaminya menjadi down dan meninggalkan Tuhan. Tetapi suatu hal yg luar biasa. Si suami tetap setia kepada Tuhan, dia mengerti bahwa Tuhan mengasihi dia dan dia percaya akan hal itu bahkan ketika dokter meninggalkan ruangan dia berkata kepada istrinya "Alice, the bible tells us, Our lives are in the hands of God, NOT in the hands of a doctor. It is not God`s will, that i go to heaven yet. I know that God wants me to experience HIM more".
Sungguh pernyataan yg amat luar biasa dengan kondisi wajah yang sudah berantakan dan hidup yang tinggal sebentar lagi. Dia selalu mengatakan "I still believe in God. I believe in our Lord Jesus Christ 100%". Tuhan mengasihi tanpa batas. Dia Allah yang luar biasa dan hebat. Itulah yang menjadi sumber kekuatan baginya. Dia mulai bersaksi atas segala kasih Tuhan kepadanya dengan wajahnya semakin hari kian memburuk didampingi oleh istrinya yang terus setia mendampinginya.
Bagaimana didalam segala kesakitannya, dan penderitaannya untuk tidur, makan dan aktivitas-aktivitas lainnya, dia merasa Tuhan tetap mengasihi dia. Setiap dia mulai putus asa, dia selalu berdoa dan minta kekuatan kepada Tuhan untuk berbicara kepadanya. ketika dia membuka bible, Tuhan berikan kekuatan dengan ayat dari Joshua 1:9 " Kuatkan dan teguhkanlah hatimu? jangan kecut dan tawar hati, sebab Tuhan Allahmu, menyertai engkau, kemana engkau pergi".
Pernah suatu hari dia bertemu dengan orang yang tidak mengenal Yesus. Dengan wajahnya yang memburuk dan mata yang hampir tidak dapat dibuka. Dia masih menyapa orang itu dan berkata "have you ever heard about Jesus ?" Dengan cancer yang menyerangnya, dengan kesakitan yg dimilikinya, dia tetap selalu mensharekan bahwa "Jesus loves you ?".
Pada tahun 1995 chinese new year mereka kembali ke singapore dan dia bertanya kepada istrinya "Tahukah kamu kenapa aku kembali ke singapore? Kamu pasti berpikir karena saya rindu dengan orang tuaku. Tetapi sebenarnya tidak. Saya kembali untuk memberitahukan bahwa "God Loves those people they don`t know". Istrinya tahu bahwa dia kembali hanya untuk menyelesaikan tugas yang Tuhan berikan kepadanya.
Sesampainya di singapore, dia berkunjung ke keluarga, saudara dan teman-teman untuk mengatakan bahwa "God loves them. ketika dalam keadaan depress dan jatuh, tetapi ketika saya membaca bible, mendengar tentang word of God, dan berbicara tentang Tuhan, saya sungguh merasa mendapatkan kekuatan." Dia selalu memberitakan injil dengan semangat dan pujian kepada Tuhan. Mengatakan Tuhan tidak pernah berubah. Itu benar.
Dia selalu bersyukur memiliki seorang istri yang baik bahkan dokter yang merawatnya pun begitu heran dengan kekuatan dari istrinya yang dapat melebihi kekuatan tiga suster full time dirumah sakit dalam merawatnya. Dia menjaganya, menyiapkan makanan, membersihkan luka-lukanya, dan hanya tidur di kursi untuk menjaga suaminya.
Suatu kenyataan bahwa "seseorang" yang diberikan Tuhan untuk kita, akan mendampingi kita selamanya. dan ketika bersandar kepada Tuhan, DIA akan berikan kekuatan itu. Ketika istrinya melihat kesehatan suaminya semakin merosot dan wajahnya semakin mengerikan, setiap saat istrinya memeluk dia, dia tidak pernah merasa takut. Istrinya berkata "Setiap saya melihat wajah suami saya, saya melihat Kasih Yesus terpancar dari wajahnya dari dirinya saya melihat Yesus. Setiap saya melihatnya, saya selalu ingin mencium dia. Saya sungguh-sungguh merasakan bahwa perkawinan yang Tuhan berikan sungguh merupakan suatu anugerah Terbesar yang pernah Tuhan berikan yg menyatukan kami menjadi satu. Saya belajar banyak sebagai seorang istri".
Dalam suatu kejadian, ketika si istri melihat suaminya. Dia menangis kepada Yesus dan si istri berkata "Lord, life is in your hands. Lord, Ralph is Yours not mine. You Love him much more than i do. i thank You that You love him. Lord have mercy. please give me strength to trought this moment. Didalam kesusahannya, si istri sering menyanyikan lagu ini yang memberikannya kekuatan untuk terus memuji-muji Tuhan.....
Let us sing to the Lord a new song
Sing to the Lord all the earth
Sing to the Lord
Praise His name
Proclaim His salvation day after day.... hey
Declare His glory among the nations
His marvelous deeds among all peoples
For great is the Lord
and most worthy of praise
He is to be feared above all gods
above all gods
Satu keyakinan dari sang istri bahwa suaminya berada di surga. Dia tidak mati, dia hanya tidur, dan telah bersatu dengan Tuhan. disana tidak ada lagi kesakitan yang ada hanyalah Kasih Tuhan. Satu lagu favorite dari Ralph yg selalu dinyanyikannya :
The Lord is my strength my strength
The Lord is my strength in times of trouble
The Lord is my help my help
The Lord is my help, an ever-present help
The Lord is my refuge my refuge
The Lord is my refuge and my heart is steadfast
God is my strength and my help
Only God Himself is my refuge
Dari kisah diatas kita dapat melihat seorang yg begitu amat mengasihi Yesus bahkan didalam kesakitan, penderitaan dan apapun yang terjadi didalam hidupnya, dia selalu dapat bersyukur dan bersyukur atas segala kebaikan Tuhan. dia selalu meyakini bahwa Tuhan selalu mengasihinya...
Dia menganggap segala penderitaan yg harus dijalaninya, untuk boleh dipakai oleh Tuhan bagi sesamanya. Melalui kesaksian dirinya, banyak orang yang merasa dikuatkan bahkan seluruh keluarganya akhirnya pun menerima Kristus sebagai juru selamat. Nyatalah bahwa "dibalik suatu penderitaan yang berat pun, ada rencana Tuhan yang telah disediakan dan rencana Tuhan amat sangat indah".
Akhir kata, kuatlah selalu didalam Tuhan kita Yesus Kristus. bersyukurlah dan setialah selalu dalam segala keadaan, dalam segala penderitaanmu, karena semua itu hanyalah sementara. jadikanlah semua itu untuk mengerjakan karya Tuhan yg besar sebagai kesaksian yang hidup, dimana anda dan saya dapat membawa jiwa-jiwa kepada Kristus
Salam Kasih Kristus
Just Do The Best
Sepenggal cerita menarik berikut tentang seekor serigala dan seekor kelinci dapat menjadi perenungan bagi kita kali ini. Mungkin kita pernah mendengar cerita ini sebelumnya.
Suatu ketika ada seekor serigala yang setiap hari selalu mengejar seekor kelinci. Hal ini selalu terjadi setiap hari terus menerus. Ketika ditanyakan kepada serigala mengapa setiap hari dia mengejar si kelinci dan tidak pernah berhasil menangkapnya, dengan santai si serigala menjawab, " Saya hanya iseng-iseng saja saja. Mau menakut-nakuti kelinci." Namun pada saat ditanyakan kepada si kelinci mengapa setiap hari dia berlari dan tidak pernah tertangkap. Si kelinci menjawab, " Serigala sih enak bilang kalau dia cuma iseng saja, kalau saya tertangkap bagaimana, pasti habis dimakannya. Makanya setiap hari saya berlari dengan sungguh-sungguh untuk menghindari dia."
Cerita ini mengingatkan kita bahwa jika motivasi kita hanya iseng-iseng saja seperti si serigala, maka hasilnya pun akan biasa-biasa saja. Buktinya serigala tidak pernah berhasil menangkap si kelinci. Tapi jika kita memiliki motivasi yang sungguh- sungguh dalam menjalankan apapun, maka hasilnya tentu akan luar biasa. Seperti contoh tadi, si kelinci tidak pernah tertangkap oleh serigala. Kondisi kita sekarang ini ibarat sedang memegang busur panah di tangan. Kemana busur tersebut akan melesat dan seberapa jauh akan melesat semuanya tergantung kita. Hidup kita akan berhadapan dengan banyak pilihan. Nasib kita tidak terjadi karena kebetulan, tapi karena pilihan yang kita buat dan bagaimana kita memotifasi diri kita untuk mencapai pilihan tersebut.
Keputusan dalam membuat pilihan adalah persoalan hidup yang seringkali harus kita hadapi. Apa yang kita alami hari ini adalah karena pilihan yang kita buat hari-hari yang lalu. Pekerjaan kita misalnya. Saat ini kita memiliki tanggungjawab dengan melakukan serangkaian tugas tertentu dalam perusahaan kita. Ada yang melakukannya dengan senang hati, sebagian lain mungkin biasa-biasa saja, sisanya mungkin merasakan beban ketika melakukannya. kita termasuk yang mana?
Kita yang merasakan beban ketika melakukan tugas dan tanggungjawab perlu bertanya kepada diri kita sendiri apakah pekerjaan yang kita lakukan saat ini memang seirama dengan keinginan kita atau sekedar pemenuhan kebutuhan hidup semata. Ironis memang banyak orang terpaksa mengubur keinginan mereka karena terdesak oleh keadaan. Lihat saja mereka yang baru menyelesaikan studinya di bangku kuliah berlomba-lomba dan berkompetisi dengan yang lain untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan idaman. Mereka yang gagal, akhirnya mencari perusahaan lain, bahkan tidak sedikit yang akhirnya mengajukan lamaran ke perusahaan manapun untuk posisi apapun. Apapun pekerjaannya, yang penting kerja. Begitulah kira-kira ungkapan sebagian dari mereka.
Sebagian lainnya yang merasa biasa-biasa saja mungkin membutuhkan motivasi lebih agar dapat menunjukkan kinerja yang lebih baik pula. Jangan sia-siakan kemampuan kita. Kita memiliki kekuatan dan kemampuan yang luar biasa dalam diri kita. Lakukan sesuatu yang lebih hari ini yang berbeda dari orang lain pada umumnya. Tambahkan nilai pada apa yang kita kerjakan. Jangan bertanya apa yang akan kita dapatkan. Jangan berorientasi pada imbalan. Remember, you just wanna do something great!
Bila sebaliknya, saat ini kita sudah melakukan hal yang kita senangi, lakukanlah dengan penuh sukacita. Dengan demikian, antusiasme akan terpancar dalam diri kita dan semakin banyak orang yang akan belajar dari sikap dan perilaku kita yang positif. You'll make an impact this way, surely positive!
By: Men Jung
Persembahan Buat Tuhan
"I hate this job. I hate this job. "
Nggak tahu deh, udah berapa kali kalimat ini terus menerus aku ulang-ulang dalam hati. Rasanya kekesalan demi kekesalan semakin bertumpuk dalam hati. Dan yang lebih ngeselin lagi, semakin aku kesal, semakin semua pekerjaan ini terasa berat.
Benciiii!!!!! Benciiii!!!! Apalagi yang harus dikatakan supaya bisa lebih lega.
Ternyata apapun yang aku katakan bukannya bikin lega, tapi malah bikin sumpek. Gimana nggak ???
Hari pertama masuk kantor, nggak ada yang tersenyum, nggak ada yang menyapa apalagi ngajak ngobrol (dan ternyata setelah beberapa hari kerja, aku baru tahu kalau katanya ada juklak yang mengatur bahwa karyawan dilarang ngobrol waktu jam kerja, ajaib!!), semua berwajah serius. Satu-satunya yang melegakan hati hanya seorang teman baru yang sama-sama baru diterima di kantor. Oke deh, lupakan hari pertama. Dimana-mana juga biasanya orang kalo hari pertama kerja memang unforgettable. Waktu itu aku cuma berharap semoga esoknya nggak akan seburuk itu.
But,....ternyata tidak! "Christy, buat laporan ini ! laporan itu. Semua harus selesai dalam 1 jam!
Ingat ya, setiap tugas dari saya, apapun itu harus selesai dalam 1 x 24 jam !!"
"Christy! Kalau telponnya bunyi, jangan sampai kring lebih dari dua kali! Harus sudah kamu angkat!" Fiuhh ? galak amat. Memang sih ngomongnya sambil senyum (hambar), tapi dalem boo... "Wah, saya nggak tahu data itu ada dimana. Tanya aja sama yang lain".
"Lho, itu kan yang tahu orang cabang Balik papan atau Banjarmasin kejar aja kesana". Gile benerrr. Untuk minta data aja susahnya minta ampun. Gimana bisa bikin laporan. Aku bener-bener nggak ngerti kenapa suasana kantor bisa seperti ini. Orang-orangnya susah diajak kerja sama, self defense tinggi, gampang saling menyalahkan, wah bener-bener lingkungan kerja yang tidak nyaman.
Ini yang salah apanya ya ? SDM-nya kah? Management-nya kah?Lingkungannya? Jenis pekerjaannya kah ? Atau apanya? Kayaknya semakin hari bukannya semakin baik, tapi malah semakin buruk. Tiap hari ada saja hal-hal 'mengagumkan' yang kutemukan. Pulang jam setengah enam merupakan hal 'aneh' (padahal jam kerja hanya sampai jam 5), katanya ada perhitungan lembur, tapi kalau hanya sampai jam setengah delapan istilahnya itu kan masih sore, masak mau ngurus surat lembur. Sabtu Minggu katanya libur, tapi kebanyakan dipakai untuk lembur. Uang lembur nggak jelas kapan keluarnya, katanya sih sekitar 3-4 bulan kemudian. Satu hal yang paling nggak 'sreg' di hatiku, setiap kali meeting pasti memakan waktu lama. Dan lamanya itu bukan untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada, tapi selalu mencari 'siapa yang salah'. Pokoknya, pada saat meeting, jangan sampai kita salah menyebut nama orang lain.
Siapapun itu pasti langsung dipanggil menghadap saat itu juga. Jadi, sering kali waktu terbuang percuma hanya untuk mendengarkan pembelaan diri dan ucapan-ucapan yang saling menyalahkan, dan ujung-ujungnya... tidak ada solusi. Jadi kebayang, seandainya waktu itu ada yang minta aku untuk buat list 'Ten things you hate about your company' mungkin aku bisa bikin sampai 100.
Pokoknya the point is : I hate this job! Wake up girl ? ! You pray for this job, remember!! Iya sih. Memang betul. Tapi keadaan ini bener-bener bikin aku tertekan. Aku ingat komitmen-ku pada Tuhan. Apapun itu Tuhan, bagaimanapun kehidupan yang harus kujalani, selama itu membuat aku semakin dekat denganMu, aku akan menjalaninya dengan sukacita. Tapi kalau seperti ini? Setiap pulang, sampai rumah aku sudah 'terlalu capek' untuk berdoa dan membaca firman. Saat teduhku jadi super bolong bolong. Kalau di rumah, bawaannya marah melulu. Kenapa rasanya nggak ada yang ngerti. "There's gotta be something more than this". Kalimat ini terus terngiang-ngiang di telingaku.
Masak sih, aku harus hidup kayak gini terus. Tuhan, kenapa sih Engkau menempatkan aku di tempat seperti ini? Pekerjaan yang tidak sesuai dengan bidang pendidikanku, suasana kerja yang nggak enak, tempat kerja yang jauh, waktu kerja yang nggak jelas. Aduhhh ? kenapa Tuhan ?
Rasanya setiap hari yang ada hanya keluhan.
Di tengah-tengah kejenuhan yang sudah memuncak, satu hari Tuhan menegurku dengan suatu nyanyian yang sudah 'terlalu sering' dinyanyikan sehingga kadang-kadang kita lupa 'mendengarkan' dengan sungguh-sungguh.
Hitung berkat satu per satu
Kau kan kagum oleh kasihNya
Berkat Tuhan mari hitunglah
Kau niscaya kagum oleh kasihNya Aku tersentak.
Memang benar, there's gotta be something more than this. Hidup nggak boleh begini terus. Tapi hidup nggak akan berubah kalau aku sendiri nggak merubah cara pandangku. So, aku mulai menghitung berkatku. Hari pertama kerja. Seorang satpam menyapa ramah, "Hari ini udah mulai masuk ya mbak".
Seorang office boy tersenyum, "Wah, mbak iki ayu rek .."
Aku mendapatkan seorang sahabat baru, bisa berbagi suka duka dan saling menguatkan.
Di antara Operational Director dan Deputy Director yang menjadi atasan langsungku, walaupun yang satu galak dan tidak pernah puas, tapi yang satu ramah dan baik dan selalu memberikan penghargaan untuk setiap pekerjaan yang berhasil aku selesaikan dengan baik. Dan aku terus menghitung, setiap senyuman adalah berkat, setiap pujian adalah sukacita, setiap tugas dan pekerjaan adalah kepercayaan. I have to change. Setiap pagi aku tersenyum pada setiap orang yang kutemui. Kuucapkan selamat pagi dengan senyuman (walaupun sering kali tidak ada balasan), setidaknya seorang sahabat pasti selalu membalas. Dan, hei ? rasanya banyak yang berubah.
Memang benar bahwa hidup ini merupakan suatu chain reaction. Dan di tengah-tengah suasana kerja yang kurang nyaman itu mulai tumbuh bunga-bunga persahabatan. Memang kita tak dapat merubah seluruh dunia hanya dalam sekejap. Tapi setiap perubahan ke arah yang lebih baik adalah berkat. Rekan-rekan kerja mulai lebih terbuka dan saling membantu dalam pekerjaan. Syukur atas talenta yang diberikan Tuhan, aku memang punya sedikit kemampuan lebih di bidang komputer sehingga banyak rekan-rekan yang sering bertanya. Dari saling membantu itulah akhirnya suasana kerja yang kaku mulai cair.
Dan betapa bahagianya ketika suatu hari kemudian Tuhan menyapaku lembut,
"Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga"
(Matius 5 : 16)
Namun tak bisa dipungkiri, sistem perusahaan yang begitu menekan tetap mendorongku untuk berusaha mencari pekerjaan lain. Hanya dalam waktu 3 bulan, tiba-tiba aku mendapat panggilan dari perusahaan lain, dan hanya dengan satu kali test, mereka memutuskan untuk menerima aku. Sungguh-sungguh suatu berkat yang tak terduga. Apalagi di kantor baru tersebut aku ditempatkan di bagian IT Support & Multimedia, yang memang lebih sesuai dengan bidang pendidikanku. Ketika aku mengajukan pengunduran diri, salah satu bosku yang sudah merasa cocok denganku berusaha mempertahanku. Namun dengan tekad yang sudah bulat aku memutuskan untuk tetap memilih perusahaan baru walaupun perusahaan tersebut jauh lebih kecil daripada perusahaan tempat aku bekerja saat itu. Dan untuk menunjukkan niat baikku, selama dua minggu terakhir, aku berusaha menyelesaikan sebanyak mungkin pekerjaan yang menjadi tanggung jawabku. Lembur tanpa mengurus surat lembur. Aku ingin melakukan yang terbaik. Yang terbaik yang dapat aku berikan.
Sampai tibalah hari terakhir aku bekerja, aku mendapat informasi bahwa Berita Acara Serah Terima pekerjaanku belum ditandatangani oleh sang boss, baru ditandatangani 2/4 minggu kemudian, dan setelah itu baru aku bisa menerima ijazah dan gajiku.
Ada perasaan marah ketika menyadari bahwa ternyata semua kerja kerasku tidak berarti apa-apa. Tapi Tuhan memang baik sekali.
Dia tidak memperbolehkan kemarahanku merusak pekerjaan terbaik yang telah kupersembahkan. Aku telah melakukan yang terbaik karena Tuhan sendiri yang telah memampukanku, jadi kalaupun ternyata ada beberapa orang yang tak dapat menghargainya, kenapa aku harus berkecil hati? Aku melakukannya karena Tuhan, bersama Tuhan dan untuk Tuhan. Dan untuk itu Ia telah menyediakan hadiah yang jauh lebih indah. Berkat-berkat yang menyirami hati.
Di hari terakhir itu; Seorang sahabat memelukku. Seorang rekan kerja memutar lagu kesayanganku sepanjang hari. Seorang lagi membuat sketsa wajahku. Aku menerima banyak ucapan terima kasih dari rekan-rekan kerja bahkan dari departemen lain.
Dan seorang office boy menangis menyalamiku sambil berkata,"Mbak, terima kasih ya karena selalu tersenyum kalau ketemu saya ?"
Dan ketika seorang ibu deputy director dari departemen lain (yang sehari-harinya terkenal judes, but somehow aku yakin hatinya penuh kasih) memeluk dan menciumku sambil mengucapkan doa dan berkat buatku, dalam hatiku aku memperbaharui kembali janjiku pada Tuhan.
Bapa, dimanapun aku Kau tempatkan,
apapun pekerjaanku,
selama itu membuatku lebih dekat denganMu dan menyenangkan hatiMu,
aku akan melakukannya dengan segenap hatiku dan dengan segenap kemampuanku,
sebagai persembahanku untukMu.
Memang kita tidak dapat merubah segalanya. Tapi jika kita menyadari bahwa setiap tanggung jawab yang diletakkan di tangan kita adalah suatu pekerjaan buat Tuhan, maka sudah sepantasnyalah kita melakukan yang terbaik.
So guys,
kalau saat ini kamu merasa Pekerjaanmu tidak terlalu berarti?
Lingkungan kerjamu benar-benar tidak nyaman?
Perusahaan berlaku tidak adil padamu?
Rekan-rekan kerjamu saling menjatuhkan?
Kerja kerasmu sia-sia ? Jangan pernah berkecil hati. Selama engkau sungguh-sungguh menyadari bahwa engkau telah memberikan yang terbaik, engkau telah berlaku jujur dan setia dalam pekerjaanmu, ingatlah, Bapamu di surga selalu memperhatikan engkau. Dan Ia tersenyum padamu.
"Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia".
I Korintus 15:58b.
Karena itu, marilah kita mulai pekerjaan kita hari ini dengan senyuman dan sukacita di hati, sehingga di akhir hari kita dapat menjawab pertanyaan seperti yang tertuang dalam sebuah kidung, "Sudahkah yang terbaik kuberikan kepada Tuhanku ?"
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia".
Kolose 3 : 23
Oleh: Angela Christy
Garam Dalam Gelas Dan Dalam Telaga
Hidup tidak lepas dari masalah. Namun cara berpikir kita untuk menerima masalahlah yang membuat perbedaan. Seperti kisah bernilai dari garam dan telaga.
Pada suatu hari datang seorang anak muda yang tengah dirundung banyak masalah pada seorang kakek bijak. Langkahnya gontai dan air muka yang muram. Tamu itu tampak sebagai seorang yang tidak bahagia.
Kala menceritakan semua masalahnya, pak tua bijak hanya mendengarkannya dengan seksama. Setelah itu ia mengambil segenggam garam dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam tersebut kegelas air dan diaduknya perlahan. Pak tua meminta anak muda meminumnya : “Coba minum air ini dan katakan bagaimana rasanya…”
“Asin. Asin sekali!”, jawab anak muda itu sambil memuntahkan air asin dari gelas itu”.
Pak tua hanya tersenyum. Ia lalu mengajak anak muda itu berjalan ke tepi telaga di hutan dekat tempat tinggalnya. Sesampainya di telaga, pak tua kembali menaburkan segenggam garam ke dalam telaga. Dengan sepotong kayu dibuatnya gelombang untuk mengaduk-aduk air telaga itu. “Coba ambil air dari telaga ini dan minumlah.” Saat anak muda itu selesai mereguk air itu, pak tua bertanya kembali : “Sekarang bagaimana rasanya?”.
“Segar”, sahut anak muda itu. “Apakah kamu merasakan garam dalam air telaga itu?” tanya pak tua lagi. Anak muda ini menjawab : “Tidak”.
Dengan bijak orang tua berkata : “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan adalah layaknya segenggam garam, tidak lebih dan tidak kurang banyaknya. Jumlah dan rasa asin itu adalah sama antara yang ada dalam gelas dan yang ditabur dalam telaga”.
“Tetapi kepahitan yang kita rasakan akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan dari tempat dimana kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semua itu. Luaskan hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu”.
Pak tua itu kembali memberikan nasehatnya. “Hatimu adalah wadahmu. Perasaanmu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu menampung setiap kepahitan dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan”.
Sebab itu sejak waktu kami mendengarnya, kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu. Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna, sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah, dan dikuatkan dengan segala kekuatan oleh kuasa kemuliaan-Nya untuk menanggung segala sesuatu dengan tekun dan sabar, dan mengucap syukur dengan sukacita kepada Bapa, yang melayakkan kamu untuk mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam kerajaan terang. (Kolose 1:9-12)
Sumber: Motivational Book
Resep Kehidupan
Suatu hari aku memutuskan untuk berhenti. Berhenti dari pekerjaanku, berhenti dari hubunganku dengan sesama dan berhenti dari kehidupan spiritualitasku. Aku pergi ke hutan untuk bicara dengan Tuhan untuk yang terakhir kalinya. "Tuhan", kataku, "Berikan aku satu alasan untuk tidak berhenti?"
Dia memberi jawaban yang mengejutkanku. "Lihat ke sekelilingmu", kataNya. "Apakah engkau memperhatikan tanaman pakis dan bambu yang ada dihutan ini?" "Ya", jawabku. Lalu Tuhan berkata, "Ketika pertama kali Aku menanam mereka, Aku menanam dan merawat benih-benih mereka dengan seksama. Aku beri mereka cahaya, Aku beri mereka air, pakis-pakis itu tumbuh dengan sangat cepat warna hijaunya yang menawan menutupi tanah namun, tidak Ada yang terjadi dari benih bambu tapi Aku tidak berhenti merawatnya.
Dalam tahun kedua, pakis-pakis itu tumbuh lebih cepat dan lebih banyak lagi. Namun, tetap tidak ada yang terjadi dari benih bambu. Tetapi Aku tidak menyerah terhadapnya. Dalam tahun ketiga tetap tidak ada yang tumbuh dari benih bambu itu, tapi Aku tetap tidak menyerah begitu juga dengan tahun ke empat. Lalu pada tahun ke lima sebuah tunas yang kecil muncul dari dalam tanah. Dibandingkan dengan pakis, tunas itu kelihatan begitu kecil dan sepertinya tidak berarti. Namun enam bulan kemudian, bambu ini tumbuh dengan mencapai ketinggian lebih dari 100 kaki. Dia membutuhkan waktu lima tahun untuk menumbuhkan akar-akarnya. Akar-akar itu membuat dia kuat dan memberikan apa yang dia butuhkan untuk bertahan. Aku tidak akan memberikan ciptaanku tantangan yang tidak bisa mereka tangani."
"Tahukan engkau anakKu, dari semua waktu pergumulanmu, sebenarnya engkau sedang menumbuhkan akar-akarmu? Aku tidak menyerah terhadap bambu itu, Aku juga tidak akan pernah menyerah terhadapmu. " Tuhan berkata "Jangan bandingkan dirimu dengan orang lain. Bambu-bambu itu memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan dengan pakis tapi keduanya tetap membuat hutan ini menjadi lebih indah."
"Saat mu akan tiba", Tuhan mengatakan itu kepadaku. "Engkau akan tumbuh sangat tinggi"
Seberapa tinggi aku harus bertumbuh Tuhan?" tanyaku.
"Sampai seberapa tinggi bambu-bambu itu dapat tumbuh?" Tuhan balik bertanya.
"Setinggi yang mereka mampu?" aku bertanya
"Ya." jawabNya, "Muliakan Aku dengan pertumbuhan mu, setinggi yang engkau dapat capai."
Lalu aku pergi meninggalkan hutan itu, menyadari bahwa Allah tidak akan pernah menyerah terhadapku dan Dia juga tidak akan pernah menyerah terhadap anda. Jangan pernah menyesali hidup yang saat ini anda jalani sekalipun itu hanya untuk satu hari. Hari-hari yang baik memberikan kebahagiaan; hari-hari yang kurang baik memberi pengalaman; kedua-duanya memberi arti bagi kehidupan ini.(joe)
Aku Mau Mengampuni
Matius 18:21-22
Pernahkah timbul pertanyaan dalam pikiran anda, apakah ada batas dalam mengampuni? Ternyata menurut Firman Tuhan, kita harus mengampuni orang lain 70 kali 7 kali alias 490 kali dalam satu hari. Apakah maksud pernyataan itu?
Pernyataan itu berarti bahwa pengampunan harus menjadi gaya hidup. Dalam 24 jam, ada kemungkinan orang lain melakukan kesalahan pada kita bahkan kalau mungkin sampai ratusan kali. Mungkin orang yang sama atau orang yang berbeda-beda, Mungkin kesalahan kecil sampai kesalahan sangat besar yang sulit untuk bisa terlupakan. Tapi diatas semuanya, kita harus tetap mengampuni.
Bagi orang yang tidak pernah mengalami kasih dan kebaikan Tuhan, mengampuni bukan hanya
sulit tapi tidak mungkin sama sekali. Terang saja! Jika mereka tidak punya kasih yang sesungguhnya, bagaimana mungkin mereka bisa punya hati yang lembut untuk bisa menganggap kesalahan orang lain adalah sesuatu yang bisa ‘ditiadakan’ begitu saja. Untuk mempraktekkan pengampunan, dibutuhkan kasih yang sempurna. Kasih yang sudah lebih dahulu dialami oleh orang yang hendak mengampuni.
Kasih seperti apa itu?
Yang jelas bukan kasih yang bergantung perasaan. Karena kasih seperti itu akan sangat cepat berubah. Yang dimaksud juga bukan kasih kasihan seperti ketika melihat orang yang sengsara. Bukan juga kasih asmara yang bercampur nafsu seperti tatkala seseorang bertemu lawan jenisnya. Tapi kasih yang dimaksud adalah kasih yang ada dalam
1 Korintus 13:4-7.
“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu”.
Kasih yang sesungguhnya sama sekali tidak menyimpan kesalahan orang lain. Dan setiap orang yang sudah pernah menerima Yesus sebagai Tuhannya, pasti sudah memiliki kasih ini dalam hati mereka. Dan untuk menjalankan kasih ini, hanya diperlukan sebuah tombol saja.
Tombol itu adalah sebuah keputusan.
Jadi ukuran seseorang untuk mengampuni bukan terletak pada bisa atau tidak bisa, tapi mau atau tidak mau mengampuni. Karena, kemampuan untuk mengampuni dengan kasih sebenarnya telah ada didalam dirinya. Ketika keputusan itu diambil dan dilaksanakan, kekuatan supranatural melalui Roh Kuduslah yang akan membuat pengampunan itu terlaksana.
Bagaimana dengan anda? Jika anda masih merasa sulit mengampuni padahal telah menerima Yesus, berarti ada penghalang yang harus dibersihkan. Penghalang itu adalah hati nurani yang tidak murni. Bekerjalah bersama Tuhan untuk menyucikan hati nurani anda untuk bisa mengampuni.
Ingatlah bahwa pengampunan bukanlah sekedar melupakan. Anda masih bisa mengingat kesalahan orang lain tapi tidak menyakitkan lagi, karena sudah ada pengampunan yang anda lepaskan dari hati nurani yang murni.
Akhirnya, mengapa kita harus mengampuni? Kita harus mengampuni, karena dosa kita yang sangat besar tersebut sudah terlebih dulu diampuni oleh Yesus. Jadi, putuskanlah untuk mengampuni hari ini.
(nat)
Maukah Memaafkan Dan Melupakan
Valentine, hari yang penuh cinta... Begitulah slogan yang sering kita dengar dimana-mana. Adalah sesuatu yang indah jika kita dan orang-orang yang kita sayangi dapat saling mengasihi. Namun ada bahasa cinta yang perlu kita renungkan di hari kasih sayang ini, bahasa cinta yang sangat sulit untuk diungkapkan namun tanpanya kita tidak akan dapat mengasihi dengan tulus.
“Memaafkan mereka? Saya tidak bisa.”
“Mereka membuat saya sangat marah.”
“Anda tidak tahu seberapa buruk perlakuan mereka terhadap saya.”
Pernahkah anda mendengar perkataan itu sebelumnya? Pengampunan sangat sulit dilakukan, namun dengan pertolongan Tuhan, kita bisa memaafkan mereka yang pernah menyakiti kita. Mengampuni berarti kita tidak lagi menyalahkan pihak lain atau marah dan menyimpan dendam kepada mereka yang telah memperlakukan kita dengan tidak benar.
”Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Matius 6:14-15).
Tuhan mengatakan pada kita bahwa pengampunan bukan suatu pilihan jika kita ingin Tuhan mengampuni kita juga. Kita tidak sempurna, kita semua berbuat salah. Kita semua tidak selalu sependapat dalam segala sesuatu sepanjang waktu. Kita harus memahami itu dan belajar untuk memaafkan mereka yang dengan sengaja atau tidak sengaja menyakiti kita. Ya, sesaat kita mungkin marah atau kecewa, namun jangan sampai kita menjadi budak kemarahan. Kita perlu bertobat dan melepaskan perasaan-perasaan negatif terhadap orang lain sehingga kita dapat terbebas.
Alkitab mengatakan dalam 1 Samuel 16:7 bahwa Tuhan melihat hati. Apa yang Dia lihat saat Dia melihat ke dalam hati kita? Kita ingin mempunyai hati yang bersih dan tangan yang bersih saat kita berdiri di hadapanNya. Lihat apa yang Daud katakan dalam mazmurnya:
”Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!” (Mazmur 51:10).
"Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?" "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya...”
(Mazmur 24:3,4a)
Kita ingin berdiri dihadapan Tuhan dan mengetahui bahwa Dia disenangkan oleh kita. Kita tidak mau membawa dosa berupa dendam, sakit hati, dan sikap tidak mau mengampuni dalam hati kita. Saat kita berdoa, kita ingin kepastian bahwa Dia akan menjawab doa kita. Jelas-jelas kita tidak mau tindakan keras kepala kita untuk tidak mengampuni menghalangi doa-doa kita.
“Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (Markus 11:25)
Jika kita terus menerus menyimpan kebencian dan kepahitan dalam hati dan hidup kita, kita, kita tidak dapat menunjukkan kasihNya. FirmanNya mengatakan kita tidak dapat mengatakan bahwa kita mencintai Tuhan bila kita membenci orang lain (1 Yohanes 4:20), lalu apa yang harus kita lakukan? Kolose 3:12 menyuruh kita untuk mengenakan belas kasihan. Filipi 2:4 mengatakan agar kita jangan hanya memperhatikan kepentingan kita sendiri, tapi juga kepentingan orang lain. Galatia 6:2 menyarankan kita saling tolong-menolong dalam menanggung beban. Efesus4:32 menyatakan “hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
Semuanya sudah jelas... kita harus mengampuni. Betapapun dalamnya luka dan perihnya sakit yang kita rasakan, kita harus mengampuni. Kita tidak seharusnya membalas dendam atau bahkan bersenang-senang dan mengutuki saat musuh kita jatuh (Roma 12:19-21, Amsal 24:17).
Mintalah pada Tuhan untuk memenuhi anda dengan kasihNya untuk mengampuni mereka yang telah menyakiti hati anda. Bersama-sama kita belajar berjalan dalam kasih dan damai sejahtera. Suatu saat nanti kita akan bersyukur kita telah melakukannya.(fis)
Memaafkan Dan Melupakan
Pernahkah anda kecewa karena seseorang yang dulunya anda kira bisa dipercaya tapi ternyata tidak? Pernahkah anda sakit hati karena ternyata dia tidak se-innocent yang anda kira? Dan karena itu, hubungan anda dengannya menjadi retak atau tidak akan pernah sama seperti sebelumnya.
Saya pernah, dan saya kira setiap orang pasti pernah melalui saat-saat seperti itu. Mungkin berbeda peristiwa dan berbeda orang, tapi rasa sakit dan kekecewaan itu hinggap di tempat yang sama, ya, di hati kita. Ada orang yang berusaha tetap terlihat kuat di luar padahal rapuh di dalam, ada orang yang menjauh dan menghindari masalah dan orang yang menyakiti hatinya, atau ekstrimnya ada juga yang berpindah ke lingkungan yang baru. Namun sejujurnya, kita tetap tidak bisa menyangkali bahwa hati kita telah terluka. Ada banyak pilihan yang bisa kita lakukan saat emosi dan perasaan kita lebih dominan dibanding akal sehat, dan tidak ada yang salah dengan pilihan-pilihan tersebut.
Selain itu, kita cenderung untuk terus menyalahkan dan menghakimi orang yang telah menyakiti kita. Kita menempatkan diri sebagai “korban” yang mau tidak mau harus menanggung semuanya, walaupun kadang pada kenyataannya memang kitalah yang menjadi korban. Tapi dengan memposisikan diri kita sebagai “korban”, kita membela dan membentengi diri kita sebagai satu-satunya pihak yang benar dan bisa melimpahkan kesalahan sepenuhnya pada si “pelaku”, kita mengira kita tidak terlibat sama sekali dalam penyebab terjadinya satu peristiwa yang menyakitkan itu.
Di sini kita berbicara tentang hubungan, dan dalam sebuah hubungan, apakah itu hubungan teman, sahabat, keluarga, atau pasangan, selalu ada 2 pihak yang terlibat. Jadi jika terjadi sesuatu dalam hubungan tersebut, tidak ada pihak yang sepenuhnya benar dan pihak yang sepenuhnya bersalah. Dua pihak yang terlibat dalam suatu hubungan pasti ikut menyumbangkan sesuatu yang memungkinkan peristiwa itu bisa terjadi. Bahkan sikap pasif pun juga merupakan satu bentuk sumbangsih.
Ketika saya mulai menghakimi dan menyalahkan orang yang telah menyakiti saya, Tuhan menegur saya lewat FirmanNya, “Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama.” (Roma 2:1). Dia mengingatkan bahwa Dialah Hakimnya, Dia yang punya wewenang untuk menilai dan menghakimi. Posisi kita pada dasarnya sama dengan orang lain, kita juga melakukan kesalahan di area yang berbeda, we are all humans right?
Saat kita mengalami sakit hati dan kekecewaan, mungkin kata-kata “forgive and forget” hanya akan menjadi satu quote yang kita tahu kebenarannya, namun sangat berat untuk dilakukan, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak orang berkata “Waktu akan menyembuhkanku...” Memang benar bahwa setiap proses selalu membutuhkan waktu, namun yang dapat menyembuhkan dan memulihkan hati kita sehingga kita dapat benar-benar mengampuni dan melupakan bukanlah waktu, tetapi Tuhan. Hanya Dia yang tahu dan memahami apa yang kita alami, karena Dia pernah melaluinya, ya, Dia yang telah mengalami penderitaan yang jauh lebih berat dari yang kita rasakan.
Jika anda bertanya apakah saya menyesal karena pernah mengalami satu masa kekecewaan dan sakit hati, saya akan langsung menjawab tidak. Karena lewat pengalaman itulah saya jadi belajar banyak hal tentang hubungan, karakter, dan lebih berhikmat. Banyak orang berkata “Pengalaman adalah guru yang berharga”, namun sebenarnya, pengalaman hanyalah media yang dipakai Tuhan untuk mengajar dan semakin mendewasakan kita. Dia selalu punya maksud dan tujuan yang jelas dalam setiap peristiwa yang Dia ijinkan kita alami dalam hidup ini, seperti yang dinyatakan dalam Roma 8:28, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpa nggil sesuai dengan rencana Allah.”.
Intinya, masing-masing dari kita bertanggungjawab atas perkataan dan perbuatan kita. Mungkin perbuatan seseorang itulah yang memicu kita untuk berpikir atau melakukan hal yang negatif, namun keputusan untuk memberi respon positif atau negatif terhadap semua itu ada di tangan kita sepenuhnya.
Jika anda telah berhasil melaluinya, anda akan melihat ke belakang dan bersyukur atas pengalaman anda, karena pengalaman itulah yang memungkinkan anda berada pada posisi anda saat ini. Terlebih lagi, pengalaman itu mengingatkan kita, bahwa apapun yang kita alami, dalam situasi dan perubahan apapun yang harus kita hadapi, ada satu yang tidak berubah, Dia tetap setia dan tidak pernah meninggalkan kita sedetikpun... dan tidak ada berkat yang lebih besar dibanding mengetahui bahwa Tuhan selalu mencintai dan menyertai kita bukan?
Perumpamaan Tentang Memaafkan
Ini sebuah kisah tentang 2 orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar dan salah seorang menampar temannya.
Orang yang kena tampar merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir: "Hari ini, sahabat terbaikku menampar pipiku.”
Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, namun dia berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: "Hari ini, sahabat terbaikku menyelamatkan nyawaku.”
Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya "Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir dan sekarang menuliskan ini di batu?" Sambil tersenyum temannya menjawab, "Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan itu. Dan bila sesuatu yang luar biasa baik terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar takkan pernah bisa hilang tertiup angin."
Dalam hidup ini ada kalanya kita dan orang terdekat kita berada dalam situasi yang sulit, yang kadang menyebabkan kita mengatakan atau melakukan hal-hal yang menyakiti satu sama lain. Juga terjadinya beda pendapat dan konflik karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum kita menyesal di kemudian hari, cobalah untuk saling memaafkan dan melupakan masa lalu.
Belajarlah menulis di atas pasir...
Peace rules the day, where reason rules the mind.
Wilkie Collins (1824-1889) |